Selasa, 20 November 2012

Menjaga Perasaan Hati Guru Mursyid



Menjaga Perasaan Hati Guru Mursyid

           
              Allah SWT berfirman:

هل أتبعك على أن تعلمني مما علمت رشداً

“Nabi Musa berkata kepada Nabi Khidhir, ‘Bolehkah aku mengikutimu agar kamu mengajarkan kepada ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu”. (Q.S. Al-Kahfi: 66)

Al-Junaid berkata, “Ketika Musa ingin berguru kepada Khidhir, beliau menjaga syarat-syarat etika. Pertama, mohon izin dalam berguru, lantas Al-Khdhir memberi syarat kepadanya agar tidak menentangnya dalam segala hal, dan tidak mengajukan protes atas keputusannya. Namun ketika Musa As mulai kontra terhadapnya, dibiarkanlah sikapnya yang pertama dan kedua. Tetapi ketika kontra untuk ketiga kalinya – dan yang ketiga merupakan batas minim dari jumlah banyak dan awal dari batas banyak – maka terjadilah perpisahan. Khidhir berkata:

هذا فراق بيني وبينك

Inilah perpisahan antara aku dan antara kamu!” (Q.S. Al-Kahfi: 78)

            Rasulullah Saw bersabda:

مَا أَكْرَمَ شاب شيخاً لسنَّه إلا قبض الله تعالى له من يكرمه عند سنه

Tiadalah orang muda yang menghormati seorang Guru (Syekh) karena usianya, melainkan Allah akan menakdirkan baginya kelak orang akan menghormati dirinya saat usianya sudah tua”. (HR. Tirmidzi)

            Berkata Imam Qusyairi : Saya mendengar Syekh Abu Ali ad-Daqqaq Ra. Berkata, “Awal segala perpisahan adalah pertentangan. Yakni, orang yang kontra dengan Syekhnya,berarti ia tidak menetapi tarekatnya. Hubungan antara keduanya telah terputus, walaupun keduanya terkumpul dalam satu bidang tanah. Barang siapa berguru kepada salah satu Syekh, kemudian dalam hatinya ada konflik, maka janji pertalian Guru dan murid telah rusak, dan ia wajib bertobat”.

            Salah satu Syekh berkata, “Menyakiti para guru, tidak ada lagi tobatnya”.
Berkata Imam Qusyairi: Saya mendengar Abu Abdurrahman as-Sulamy berkata, “Aku pergi ke Merw pada saat Syekh-ku, Abu Sahl ash-Shu’luky masih hidup. Sebelum aku keluar dulu, pada hari-hari Jum’at pagi selalu ada majelis Khatmul Quran. Tetapi ketika aku kembali, majelis tersebut telah tiada. Diganti dengan suatu forum diskusi yang dipimpin oleh Abul ghaffany. Kenyataan itu membuatku gelisah, dan aku berkata pada diriku sendiri, “Ini sebuah majelis Khatmul Quran telah diganti dengan majelis diskusi”. Kemudian suatu hari Syekh berkata kepadaku, “Hai Abu Abdurrahaman, apa yang diperbincangkan banyak orang tentang diriku?” Aku katakan kepadanya, “Mereka mengatakan, majelis al-Quran al-Karim telah dihilangkan dan diganti dengan majelis diskusi”. Lantas Syekh berkata, “Siapa saja yang berkata kepada Gurunya mengapa? Maka dia tidak akan bahagia selamanya”.

            Ucapan yang populer dari al-Junaid, antara lain, “Aku memasuki rumah Sary as-Saqathy pada suatu hari. Dia memerintahkan sesuatu padaku, dan aku bergegas memenuhi kebutuhannya. Maka di saat aku kembali kepadanya, ia memberikan aku secarik kertas, sembari berkata, “Inilah kedudukan pemenuhanmu atas kebutuhanku yang begitu cepat”, lalu aku kubaca pada kertas itu, ternyata di sana tertulis:
Aku mendengar orang yang berjalan di padang pasir menyanyi,

أبكي، وهل يدريك ما يبكيني ...
أبكي جداراً أن تفارقيني وتقطعي حبلي وتهجريني

Aku menangis, dan tahukah engkau mengapa?
Aku menangis karena ketakutan
bila engkau (Syekh) memisahkan diriku
bila engkau memutuskan ikatan-ikatan hatiku
bila engkau menghindar dariku

            Diriwayatkan dari Abul Hasan al-Hamadzany al-Alawy yang berkata, “Suatu malam aku berada di tempat Ja’far al-Khuldy. Padahal waktu itu aku diperintah untuk menggantungkan burung di atas dapur. Hatiku sangat berkait dengan burung itu. Ja’far berkata kepadaku, “Bangunlah malam ini”. Aku merasa ada yang mengganjal dan aku pun pulang. Ku keluarakan burung dari dapur dan ku letakkan di sisiku. Tiba-tiba ada anjing masuk dari arah pintu. Anjing itu langsung meraih burung,di saat orang-orang yang hadir alpa. Ketika esok paginya aku datang ke Ja’far, sejenak pandang matanya tertuju padaku, dan berkata, “Siapa yang tidak menjaga perasaan hati para Syekh, ia akan dipaksa oleh anjing yang menyakitinya”.

            Abdullah ar-Razy mendengar abu Utsman Said al-Hiry sedang menjelaskan sifat Muhammad ibnul Fadhl al-balkhy, dan memuji-mujinya. Tiba-tiba Abdullah sangat rindu pada al-Balkhy, kemudian pergi berziarah padanya. Namun hatinya tidak berkenan pada Muhammad bin Fadhl. Lalu ia kembali kepada Abu Utsman, dan Abu Utsman bertanya, “Bagaimana, anda sudah menemuinya?” Abdulah menjawab, “Aku tak menemui apa-apa sebagaimana kuduga”.Lantas Abu Utsman berkata, “Karena Anda menganggapnya remeh. Dan tak ada seorang pun yang menganggap rendah seseorang, melainkan ia terhalang dari sari faedah. Kembalilah padanya dengan penuh hormat”. Abdullah pun kembali kepadanya dan banyak mengambil manfaat dari ziarahnya itu.

            Syekh Abu Ali ad-Daqqaq Ra. Berkata, “Ketika penduduk Balkh mengusir Muhammad ibnul Fadhl dari daerahnya, dia mendo’akan mereka, “Ya, Allah, cegahlah kejujuran dari mereka”. Maka setelah itu tak seorang jujur pun yang muncul dari daerah Balkh.

            Saya mendengar Ahmad bin Yahya al-Aiwardy Rhm. berkata, “Barang siapa Syekhnya ridha, ia tidak akn menyimpang pada saat hidupnya, dengan maksud agar rasa takzimnya kepada Syekh tersebut hilang. Apabila Syekh telah meninggal dunia, Allah SWT akan menampakkan balasan ridhanya Syekh kepadanya. Namun,barang siapa membuat hati Syekh-nya berubah, maka ia tidak akan menyimpang pada zaman Syekh tersebut hidup, karena ia tak ingin membelenggunya. Mereka senantiasa memiliki karakter untuk menghormati. Apabila Syekh tersebut meninggal dunia, maka pada saat itulah muncul suatu penyimpangan sepeninggalnya”.

[Petikan Kitab Risalah Qusyairiyyah karya Imam Qusyairi]

Senin, 19 November 2012

Urgensi Guru Mursyid


Urgensi Guru Mursyid
 
            Syekh Abul Mawahib Asy-Sya’rani dalam kitabnya Al-Mizan mengungkapkan:
“Cara untuk meraih derajat kasyaf dalam memahami sumber syariat adalah melalui suluk dengan bimbingan seorang Guru Mursyid dengan syarat seseorang itu harus menyerahkan dirinya, hartanya dan keluarganya kepada pembimbing yang arif tersebut dengan hati yang lapang.

            Seandainya pembimbing yang Arif itu menyatakan kepadamu: ‘Ceraikan istrimu, atau lepaskan hartamu atau pekerjaanmu’, misalnya, kemudian Engkau membangkang, maka Engkau tidak akan sampai kepada derajat kasyaf meskipun Engkau beribadah selama 1.000 tahun dengan cara biasa.

            Apakah ada syarat-syarat lain dalam menempuh suluk? Ya, ada. Di antaranya tidak boleh menyandang hadats walaupun sebentar baik siang maupun malam, tidak makan selama menjalani suluk kecuali kalau sudah dalam kondisi mendesak, tidak memakan makanan yang asalnya bernyawa, tidak makan melainkan jika telah mengalami awal-awal tanda bahaya, tidak memakan makanan pemberian orang lain yang tidak wara’ dalam memperolehnya, seperti orang yang diberi makan karena ia orang baik atau karena ia zuhud, atau orang yang berjual beli dengan petani atau aparat penguasa yang tidak wara’. Syarat lainnya adalah tidak lupa kepada mengingat Allah siang malam meskipun sekejap, bahkan mesti muraqabah setiap saat.

            Kalau sudah demikian, maka seseorang suatu ketika akan mencapai derajat ihsan dalam arti seolah-eoalah ia melihat Tuhannya. Atau bisa pula mencpai derajat keyakinan sesudah ihsan, sehingga ia dapat melihat Tuhannya setiap saat dengan mata iman, bukan dengan mata kepala, karena melihat Tuhan dengan mata iman itu lebih menyucikan Allah SWT daripada seolah-olah meilhat Allah dengan mata kepala yang tentunya dibayangi dengan khayalnya, padahal Allah Suci dari segala apa yang terlintas di dalam hatimu.

            Jika ada orang bertanya: ‘Bagaimana pengarang kitab (Al-Mizan) ini menempuh suluknya?’ Jawabannya adalah sebagai berikut:

            Pertama-tama saya mendapatkan suluk dari Nabi Khidhir As melalui ilmu, iman dan Islam. Kemudian saya mendapatkannya dari Sayid Ali Al-Khawash, sehingga saya dapat memahami sumber syariat melalui rasa (dzauq), kasyaf, dan yakin tanpa ada rasa ragu, kemudian saya bermujahadah dengan amalan-amalan tertentu selama satu tahun. Lalu saya berkhalwat berada di atas tali yang saya gantungkan ke atap sehingga tubuh saya tidak menyentuh bumi. Terus saya berupaya benar-benar dalam bersikap wara’, sehingga saya pernah memakan zat-zat tanah dengan terpaksa apabila saya tidak menjumpai makanan yang sesuai dengan maqam saya dalam ketaqwaan. Saya pun pernah memakan semacam lemak di atas tanah yang mirip dengan lemak daging atau lemak samin atau lemak susu. Suluk semacam ini pernah ada yang menjalani sebelum saya, yakni Ibrahim bin Adham Ra. yang bertahan selama 20 hari hanya memakan zat-zat tanah ketika ia tidak menemukan makanan yang halal menurut maqamnya.

            Begitu pula saya tidak lewat di bawah atau di sebelah gedung-gedung istana penguasa. Tatkala Sultan al-Ghuri As-Sabath berkuasa yang saya pernah lewati di antara madrasah dan kubahnya yang biru, saya masuk melalui pasar Warraqin dan keluar lewat pasar minuman, jadi saya tidak lewat di bawah atau di sebelah gedung istana sultan. Gedung-gedung lain milik orang yang lalim dan penguasa serta aparatnya, hukumnya sama dengan gedung istana yang penuh dengan kelaliman tersebut.

            Saya tidak memakan sesuatu kecuali saya teliti terlebih dahulu dengan betul kehalalannya, tidak langsung saya memakannya dengan berdasarkan adanya rukhshah, dan al-hamdulillah saya sampai saat ini tetap seperti itu. Dulu, saya meneliti kehalalan makanan dengan melihat siapa pemilik sebenarnya, tetapi sekarang saya bisa mengetahui halal, haram, dan syubhatnya makanan dengan melihat warnanya atau melalui baunya atau rasanya. Saya merasakan bau wangi kalau makanan itu halal. Saya merasakan bau busuk kalau makanan itu haram, dan saya merasakan busuk yang tidak sebusuk bau makanan haram kalau makanan itu syubhat. Kalau ada tanda-tanda tersebut maka saya tidak memakannya tanpa harus meneliti siapa pemiliknya yang sah. Segala puji milik Allah atas karunia yang demikian itu.

            Setelah saya selesai dari perjalanan suluk itu, maka mata hati saya bisa melihat sumber syari’at, yang dari sumber syari’at itu muncul beberapa pendapat Ulama yang kesemuanya bersambung ke sumber itu. Saya bisa mengetahui bahwa semua pendapat tersebut berada di dalam lingkup syara’ yang murni, dan mata hati saya bisa membuktikan bahwa semua mujtahid itu benar dengan pembuktian secara kasyaf dan yakin, bukan sekedar sangkaan dan kira-kira. Mata hati sayapun bisa mengetahui bahwa tidak ada suatu madzhab yang lebih kuat daripada madzhab lain di dalam syari’at. Kalau ada 1000 orang yang membantah saya bahwa ada satu madzhab lebih kuat dari lainnya, saya tidak terpengaruh. Anggapan tersebut hanya karena keterbatasab pemahaman seseorang terhadap sumber syari’at, dan kebenaran anggapan tersebut hanyalah berlaku sepihak.

            Di antara yang bisa saya lihat secara kasyaf adalah bahwa ada saluran-saluran parit dari para Imam Mujtahid sebagai tokoh madzhab, di mana parit-parit itu bermuara sampai ke sumber syari’at bagai lautan yang luas. Tetapi parit-parit tersebut mongering airnya dan membatu / menjadi batu, hanya ada 4 parit yang airnya terus mengalir (4 madzhab). Saya memberikan takwil bahwa madzhab 4 Imam tersebut akan bertahan kekal hingga menjelang kiamat.

            Ketika saya menunaikan ibadah haji pada tahun 957 H. saya berdoa di dalam Ka’bah, memohon kepada Allah agar diberi tambahan ilmu, kemudian saya mendengar suara dari atas sebagai berikut: “Belum cukupkah kitab Al-Mizan yang telah Kami anugerahkan kepadamu, yang dengan kitab itu kamu meyakini kebenaran semua pendapat para Mujtahid dan para pengikut mereka sampai hari kiamat, yang anugerah tersebut tidak diberikan kepada orang lain pada zamanmu?” Kemudian saya mengatakan: “Cukuplah kepada Allah saya berharap tambahan rahmat”.

            Jika engkau yang bertanya: “Apakah orang yang memakan makanan yang halal dan meninggalkan maksiat lalu menempuh suluk dengan dirinya sendiri tanpa pembimbing yang Arif bisa sampai ke tingkat kasyaf sehingga mampu melihat sumber syari’at dengan mata hati?”

Jawabannya adalah 2 hal:

1. Adakalanya karena jadzab (tarikan) yang langsung diberikan oleh Allah.

2. Adakalanya dengan menempuh suluk di bawah asuhan dan bimbingan Guru yang Arif, agar bisa membuang cacat dan kotoran di dalam batinnya. Bahkan seandainya ia bisa menghilangkan aib dan kotoran batinnya melalui ibadahnya sendiri, ia tetap tidak akan sampai ke maqam kasyaf yang mampu melihat sumber syarai’at dengan mata batin, karena ia terkurung di dalam sikap taklid terhadap imam madzhabnya. Jadi imam madzhabnya itulah sebagai penghalang untuk melihat sumber syari’at, padahal imamnya sendiri mampu melihat sumber syari’at tersebut.

            Apabila engkau ingin sampai ke tingkat yang setara dengan kitab Al-Mizan ini secara dzauq (rasa) dan engkau ingin mempunyai kemantapan bahwa semua madzhab itu benar sebagaimana yang diakui oleh para Imam madzhab itu benar sebagaimana yang diakui oleh para Imam madzhab itu sendiri, maka tempuhlah melalui suluk dan riyadhah dengan asuhan seorang Guru yang Arif yang mengajarkan bagaimana cara engkau agar bisa menjadi orang yang ikhlas dan jujur dalam memahami ilmu dan amal, bagaimana cara engkau agar terhindar dari kotoran-kotoran yang mengotori batin yang menghambat dan menghalangi perjalanan taqarub kepada Allah SWT dan mematuhi anjuran Gurumu, agar engkau bisa sampai ke maqam kesempurnaan yang tertentu, sehingga engkau berperasaan bahwa semua manusia itu selamat kecuali dirimu sendiri, seolah-olah engkau melihat bahwa dirimu celaka. Kalau engkau sudah sampai di mana engkau bisa melihat sumber syari’at secara seksama dengan mata batin, yang dari sumber itu mengalir beberapa pendapat Ulama.

            Adapun suluk yang engkau tempuh tanpa bimbingan Guru yang Arif, biasanya tidak bisa menyelamatkan dan membebaskan engkau dari sifat riya’, perdebatan, dan cenderung mencintai harta benda, walaupun sifat-sifat tersebut hanya ada di dalam hati tanpa diucapkan, sehingga tidak bisa mengantarkan engkau ke maqam kasyaf tersebut, walaupun teman-temanmu sudah terlanjur menjulukimu sebagai Wali Quthub.

         Dalam masalah ini, Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi memberikan penjelasan di dalam kitab Al-Futuhat al-Makiyyah pada Bab 73 sebagai berikut: ‘Barang siapa menempuh suatu cara taqarub kepada Allah tanpa bimbingan seorang Guru yang Arif dan tanpa bersikap wara’ dalam menghadapi hal-hal yang diharamkan Allah SWT, maka ia tidak akan sampai ke maqam makrifat seperti yang telah dicapai oleh para Ulama yang Arif, walaupun ia telah beribadah kepada Allah selama umur Nabi Nuh As. Kalau seseorang sudah sampai ke tingkat makrifat maka tidak ada lagi penghalang antara dia dengan Allah SWT, sehingga ia bisa mengetahui Asma-asma Allah secara kasyaf dan yakin, mampu memehami bahwa semua pendapat mujtahid itu tidak menyimpang dari Asma-asma Allah tersebut, sehingga tidak ada lagi pertentangan dan perbedaan di antara madzhab, karena kesemuanya bermuara dari satu sumber yang sama’.

(Petikan Kitab Al-Mizan, karya Syekh Abul Mawahib Abdul Wahab Asy-Sya’rani)

Minggu, 18 November 2012

Anggaran Dasar Jama'ah Asy-Syahadatain Indonesia


ANGGARAN DASAR
JAMAAH ASYSYAHADATAIN
INDONESIA

Muqaddimah


Bismillahirrahmaanirrahiim
Dalam dua dekade terakhir ini, komunitas Jamaah Asysyahadatain di Indonesia telah memperlihatkan perkembangan yang cukup  signifikan. Jamaah Asysyhadatain telah lahir dan berkembang dengan spectrum aktifitas yang semakin meliput seluruh propinsi di Indonesia. Agar usaha-usaha yang dilakukan dapat mencapai kemajuan secara optimal, maka diperlukan wadah yang berupaya merumuskan strategi dan tindakan kolektif sehingga dalam sekala nasional tercapai sinergi antar seluruh aktifitas Asysyahadatain di Indonesia.

Bersama komponen bangsa lain, wadah kolektif Asysyahadatain tersebut akan berusaha berkontribusi dalam pembentukan masyarakat madani di Indonesia yang beradab dan berkeadilan. Sejalan dengan semangat masyarakat madani, pembentukan wadah kolektif Asysyahadatain merupakan bagian dari proses pembelajaran bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menerima pluralisme sebagai realitas yang harus disikapi secara positif.

Secara lebih spesifik wadah kolektif ini akan berperan dalam mengembangkan dan menyebarkan ajaran Asysyahadatain, mengembangkan tradisi intelektual dan spiritual, melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengertian yang lebih luas, serta turut serta dalam membangun sendi-sendi kehidupan demokrasi di indonesia.

Sebagai bagian dari komponen bangsa lainnya, wadah kolektifr Asysyahadatain akan bekerjasama  dan silaturrahmi dengan lembaga-lembaga lainnya di Indonesia dan mancanegara, menghargai pebedaan pendapat dan mengurangi derajat konflik kebanyakan yang terjadi antara komunitas di Indonesia.


BAB I
NAMA, WAKTU, TEMPAT  KEDUDUKAN DAN IDENTITAS

Pasal 1
NAMA

Organisasi ini bernama JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA disingkat ASYSYAHADATAIN.

Pasal 2
WAKTU

JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA didirikan pada tanggal 25 Februari 2001, untuk waktu yang tidak ditentukan.

Pasal 3
TEMPAT KEDUDUKAN

JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA  berwilayah dalam lingkungan kekuasaan Negara Republik Indonesia dan berpusat di ibukota Negara Republik Indonesia.

Pasal 4
IDENTITAS

JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA :
1.      Menghimpun para jamaah yang beridentitaskan islam dan bersumber pada Al-Qur’an Hadits, ijma’, Qiyas dan ajaran Syekhunal mukarrom (Al Habib Umar bin Yahya) sebagai panutan.
2.      Dalam melaksanakan peribadatan senantiasa memakai pakaian putih (jubah/gamis, sorban, rida).
3.      Dalam pendalaman ajaran syekhunal mukarrom Al Habib Umar bin Yahya selain menggunakan Al Qur’an, Hadits, Ijma’, Qiyas juga dengan menggunakan metode nadzom atau syair.


BAB II
AZAS

Pasal 5

JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA berazaskan islam


BAB III
TUJUAN, USAHA DAN SIFAT

Pasal 6
TUJUAN

1.         Membangun diri untuk hidup berjamaah dan berimamah
2.         Mengenalkan dan menyebarkan ajaran islam yang diriwayatkan melalui jalur keluarga Nabi Muhammad SAW.
3.         Menjalin dan memelihara hubungan baik dengan seluruh organisasi islam.
4.         Membangun dan mengembangkan organisasi sebagai kekuatan masyarakat dalam rangka membangun dan mengembangkan masyarakat madani.

Pasal 7
USAHA

1.         Mendirikan dan mengembangkan lembaga pedidikan (ta’dib), ekonomi, budaya dan dakwah serta perpustakaan islam.
2.         Melakukan penelitian dan pengkajian ke-islaman.
3.         Menerbitkan bulletin, buku-buku, majalah, Koran, video CD dan technologi internet.
4.         Mengadakan pendekatan-pendekatan (taqrib) kepada ormas-ormas islam dan menciptakan ukhuwah islamiyah antar semau umat islam.


Pasal 8
SIFAT

JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA  bersifat indipenden dan non-sektarian.


BAB IV

Pasal 9
STATUS

JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA adalah organisasi massa islam.

Pasal 10
FUNGSI

JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA  berfungsi sebagai organisasi penghimpun jamaah asysyahadatain di Indonesia.

Pasal 11
PERAN

JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA  berperan untuk membantu mmewujudkan masyarakat madani yang berkeadilan dan beradab.




BAB V
KEDAULATAN
Pasal 12

Kedaulatan JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA berada ditangan anggota dilaksanakan sepenuhnya oleh musyawarah besar (Mubes).


BAB VI
KEANGGOTAAN

Pasal 13

1.         Anggota JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA terdiri atas : Anggota Biasa, Anggota Tersiar, dan Anggota Kehormatan.
2.         Yang dapat menjadi anggota JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA adalah warga negara Indonesia dan beragama islam yang telah dewasa dan sanggup mentaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
3.         Tata cara penerimaan anggota seperti termaksud ayat (1) dan (2) pasal ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


BAB VII
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 14
KEWAJIBAN ANGGOTA

1.         Menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi.
2.         Memegang teguh Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
3.         Aktif melaksanakan program organisasi.



Pasal 15
HAK ANGGOTA

1.         Setiap Anggota mempunyai hak :
a.       Hak bicara dan Hak suara
b.      Hak memilih dan dipilih
c.       Hak membela diri
2.         Tentang penggunaan hak-hak anggota seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur pada Anggaran Rumah Tangga.


BAB VIII
STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 16

Susunan Organisasi terdiri atas :
1.         Organisasi Tingkat  Pusat, berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.
2.         Organisasi Tingkat Wilayah, berkedudukan di ibukota Propinsi Daerah tingkat I
3.         Organisasi Tingkat Daerah, berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota madya Daerah tingkat II
4.         Organisasi Tingkat Cabang, berkedudukan di ibukota kecamatan.
5.         Organisasi Tingkat Ranting, berkedudukan di Desa/kelurahan.

Pasal 17

Susunan kepemimpinan terdiri atas :
1.         Kepemimpinan Organisasi Tingkat Pusat adalah Dewan Pimpinan Pusat.
2.         Kepemimpinan Organisasi Tingkat Wilayah adalah Dewan Pimpinan Wilayah
3.         Kepemimpinan Organisasi Tingkat Daerah adalah Dewan Pimpinan Daerah
4.         Kepemimpinan Organisasi tingkat Cabang adalah Dewan Pimpinan Cabang
5.         Kepemimpinan Organisasi tingkat Ranting adalah Dewan Pimpinan Ranting

Pasal 18

Setiap tingkat kepemimpinan memerlukan pengesahan :
1.         Dewan Pimpinan Pusat oleh musyawarah besar
2.         Dewan Pimpinan Wilayah, Dewan Pimpinan Daerah, Dewan Pimpinan Cabang, Dewan Pimpinan Ranting masing-masing disahkan oleh kepemimpinan setingkat lebih atas
3.         Pimpinan lembaga otonom disahkan oleh Dewan Pimpinan JAMAAH ASYSYAHADATAIN INDONESIA yang sesuai dengan masing-masing tingkatnya.

Pasal 19
LEMBAGA OTONOM

Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dalam bidang khusus, organisasi dapat membentuk dan membina beberapa lembaga otonom yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 20
DEWAN PEMBIMBING

Disamping susunan kepemimpinan seperti tersebut dalam pasal 17 dibentuk Dewan Pembimbing yang merupakan satu kesatuan kepengurusan organisasi dimasing-masing tingkat.



Pasal 21

1.         Dewan Pembimbing merupakan badan yang berfungsi memberikan pengarahan, nasehat, bimbingan serta pengayoman kepada pengurus organisasi pada masing-masing tingkatnya.
2.         Tugas, wewenang dan keanggotaan Dewan Pembimbing diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.


BAB IX
WEWENANG DAN KEWAJIBAN  PENGURUS

Pasal 22

1.         Dewan Pimpinan Pusat mempunyai wewenang :
a.       Menetukan kebijakan dan Peraturan Organisasi
b.      Mengesahkan susunan personalia Dewan Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Lembaga Otonom Tingkat Pusat.
c.       Menon-aktifkan unsur  Dewan Pimpinan Wilayah dan unsur Pimpinan Lembaga Otonom Tingkat pusat.
2.         Dewan Pimpinan Pusat berkewajiban :
a.       Melaksanakan segala ketentuan dan kebijaksanaan sesuai dengan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan musyawarah besar, Musyawarah Besar Istimewa, Rapat Pimpinan Paripurna dan Rapat Kerja Tingkat Pusat.
b.      Memberikan pertanggungjawaban kepada musyawarah besar.
c.       Melakukan pembinaan organisasi terhadap wilayah dan lembaga otonom tingkat pusat.

Pasal 23

1.         Dewan Pimpinan Wilayah mempunyai wewenang :
a.       Menentukan kebijakan organisasi pada tingkat wilayah sesuai garis kebijakan Dewan Pimpinan Pusat.
b.      Mengesahkan susunan dan personalia Dewan Pimpinan Daerah dan Pimpinan Lembaga otonom Tingakat Wilayah.
c.       Menon-aktifkan unsur Dewan Pimpinan Daerah dan unsur Pimpinan Lembaga Otonom Tingkat Wilayah.
2.         Dewan Pimpinan Wilayah berkewajiban :
a.       Melaksanakan segala ketentuan dan kebijaksanaan sesuai dengan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Musyawarah Besar, Musywarah Besar Istimewa, Rapat Pimpinan Paripurna dan Rapat Kerja Tingkat Wilayah.
b.      Memberikan pertanggungjawaban kepada Musyawarah wilayah.
c.       Melaksanakan pembinaan organisasi terhadap daerah dan lembaga otonom tingkat wilayah.
d.      Memberikan laporan kegiatan kepada Dewan Pimpina Pusat.

Pasal 24

Ketentuan-ketentuan tersebut pada pasal 23 berlaku pula untuk Dewan Pimpinan Daerah, Dewan Pimpinan Cabang dan  Dewan pimpinan Ranting sesuai dengan tingkat kewenangan dan kewajiban.


BAB X
MUSYWARAH DAN RAPAT

Pasal 25

Musyawarah dan rapat-rapat terdiri atas :
1.         Musyawarah Besar
2.         Musyawarah Besar Istimewa
3.         Rapat Pimpinan Paripurna Pusat
4.         Rapat Kerja Tingkat Pusat
5.         Musyawarah Wilayah
6.         Musyawarah Wilayah Istimewa
7.         Rapat Kerja Tingkat Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting
8.         Musyawarah Daerah
9.         Musyawarah Daerah Istimewa
10.     Musyawarah Cabang
11.     Musyawarah Cabang Istimewa
12.     Musyawarah Ranting
13.     Musyawarah Ranting Istimewa
14.     Rapat-rapat lainnya.

Pasal 26

(1)          Musyawarah Besar (MUBES)
a.         Pemegang kedaulatan tinggi organisasi
b.         Menetapkan dan menyempurnakan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga.
c.         Menetapkan Program Umum Organisasi
d.        Meminta dan menilai pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat.
e.         Meminta laporan kerja Dewan Pimpinan Pusat.
f.          Memilih dan mengangkat Dewan Pimpinan Pusat dan Dewan Pembimbing Tingkat Pusat.
g.         Musyawarah Besar dilaksanakan satu kali dalam 5 (lima) tahun.

Dalam keadaan terpaksa, suatu Musyawarah Besar ditangguhkan, maka seluruh kepengurusan dapat memegang jabatannya melampaui masa bakti yang seharusnya sampai pada saat yang dimungkinkan diadakannya suatu Musyawarah Besar.

(2)          Musyawarah Besar Istimewa (MUBES ISTIMEWA)
a.         MUBES ISTIMEWA merupakan forum organisasi yang memiliki kedaulatan tertinggi dalam organisasi dan memiliki kewenangan atau kekuasaan sama dengan MUBES.
b.         MUBES ISTIMEWA dapat diselenggarakan atas pengajuan usul tertulis dari 2/3 jumlah yang didasarkan kepada jumlah Dewan Pimpinan Wilayah yang ada dengan persetujuan Dewan Pembimbing Tingkat Pusat setelah diadakan penelaahan yang seksama.
c.         MUBES ISTIMEWA dapat diselenggarakan apabila 2/3 jumlah pengurus Dewan Pimpinan Pusat mengundurkan diri secara tertulis dengan alasan tidak bisa bekerja sama dengan ketua umum Asysyahadatain.
d.        MUBES ISTIMEWA  dapat diselenggarakan apabila ketua umum Asysyahadatain berhalangan tetap dalam kurun waktu sisa masa baktinya lebih dari 12 (dua belas) bulan.
e.         MUBES ISTIMEWA dapat diselenggarakan apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah berakhirnya masa bakti Dewan Pimpinan Pusat tidak menyelenggarakan MUBES.
f.          MUBES ISTIMEWA terpaksa diadakan mengingat point a,b,c,d,e pasal ini, Dewan Pembimbing Tingkat Pusat atas dasar Mandat dari Dewan Pimpinan Wilayah untuk menyelenggarakan MUBES ISTIMEWA.

(3)          Rapat Pimpinan Tingkat Pusat
a.         Merupakan Forum Tertinggi Organisasi setingkat dibwah MUBES.
b.         Berhak mengambil segala keputusan yang secara khusus buklan merupakan wewenang yang dimiliki MUBES atau wewenang yang telah didelegasikan kepada Dewan Pimpinan Pusat.
c.         Diadakan sedikitnya satu kali dalm 2 (dua) tahun.

(4)          Rapat Kerja Tingkat Pusat
a.         Mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan Program Kerja dan menetapkan pelaksanaan selanjutnya.
b.         Menyelenggarakan Rapat sedikitnya sekali dalam 2 (dua) tahun.



(5)          Musyawarah Wilayah (MUSWIL)
a.         Pemegang kedaulatan tertinggi ditingkat wilayah.
b.         Menyusun Program Wilayah dalam rangka menjabarkan Program Umum Organisasi.
c.         Meminta dan menilai pertanggungjawaban Pimpinan Wilayah.
d.        Meminta laporan Dewan Pembimbing Tingkat Wilayah.
e.         Memilih dan mengangkat Dewan Pimpinan Wilayah dan Dewan Pembimbing Tingkat Wilayah.
f.          Menetapkan keputusan lainnya.
g.         Diadakan satu kali dalam 5 (lima) tahun.

(6)          Musyawarah Wilayah Istimewa mengacu pada MUBES ISTIMEWA
Sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat 3 Anggaran Dasar ini.

(7)          Rapat Kerja Tingkat Wilayah
a.         Mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan program wilayah dan menetapkan pelaksanaan program selanjutnya.
b.         Diadakan sedikitnya sekali dalam 2 (dua) tahun.

(8)          Musyawarah Daerah (MUSDA)
a.         Pemegang kedaulatan tertinggi ditingkat daerah
b.         Menyusun Program Daerah dalam rangka Program Wilayah.
c.         Meminta dan menilai pertanggungjawaban Pengurus Dewan Pimpinan Daerah.
d.        Memilih dan mengangkat Pengurus Dewan Pimpinan dan Dewan Pembimbing Tingkat Daerah.
e.         Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
f.          Diadakn satu 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(9)          Musyawarah Cabang (MUSCAB)
a.         Pemegang kedaulatan tertinggi di tingkat Cabang
b.         Menyusun Program Cabang dalam rangka Program Daerah.
c.         Meminta dan menilai pertanggungjawaban Pengurus Cabang dan meminta laporan Dewan Pembimbing Tingkt Cabang.
d.        Mwmilih dan mengangkat Pengurus Dewan Pimpinan Cabang.
e.         Memilih dan mengangkat Dewan Pembimbing Tingkat Cabang.
f.          Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
g.         Diadakan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(10)      Musyawarah Ranting (MUSRA)
a.         Pemegang kadaulatan tertinggi ditingkat Ranting.
b.         Menyusun Program Ranting dalam rangka Program Cabang.
c.         Meminta dan menilai pertanggungjawaban Pengurus Dewan Pimpinan Ranting.
d.        Memilih dan mengangkat Pengurus Dewan Pimpinan Ranting.
e.         Memilih dan mengangkat Dewan Pembimbing Tingkat Ranting.
f.          Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
g.         Diadakan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(11)      Rapat-rapat lainnya

Adalah rapat yang diadakan berdasarkan kebutuhan pada setiap tingkat kepengurusan.


BAB XI
QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 27

(1)          Musyawarah dan rapat-rapat seperti tersebut dalam pasal 25 dan 26 adalah sah apabila dihadiri dari setengah jumlah peserta.
(2)          Dalam hal musyawarah mengambil keputusan tentang pemilihan pengurus sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah peserta harus hadir.
(3)          Khusus tentang perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
a.       Sekurang-kurangnya dihadiri 2/3 dari jumlah peserta Mubes harus hadir.
b.      Keputusan adalah sah apabila diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah peserta yang hadir.
(4)          Pengambilan keputusan pada azasnya diupayakan sejauh mungkin dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat agar mempunyai kekuatan yang bulat dan utuh dan apabila hal ini tidak tercapai, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak.


BAB VIII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN
PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 29

(1)          Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Organisasi hanya dapat dilakukan oleh musyawarah Besar.
(2)          Pembubaran Organisasi hanya dapat dilakukan didalam suatu Musyawarah Besar yang khusus diadakan untuk itu, dengan ketentuan Quorum seperti diatur dalam pasal 27 ayat (3) Anggaran Dasar.


BAB XIV

Pasal 30

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan atau Peraturan Organisasi, yang merupakan bagian tak terpisahkan dengan Anggaran Dasar.


Pasal 31

Anggaran Dasar ini ditetapkan oleh Musyawarah Besar dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.

                                                Ditetapkan      : Jakarta
                                                Pada tanggal   : 25 Februari  2006 M
                                                                          27 Muharam 1427 H



PRESIDIUM
MUSYAWARAH BESAR JAMAAH
ASYSYAHADATAIN INDONESIA SIDANG

                                  Ketua                                                  Sekretaris




         (Drs.HA.Ahmad H,M.Ed)                       (Mustafa Segeran,S.Ag)


                                                     Anggota



                                                           
                                     (Asep Abdurahman, S.Kom)